Ketika mendapat pengobatan dari dokter, sering kali kita tidak terlalu mempedulikan jenis obat apa yang diberikan kepada kita. Sebagai pasien, kita hanya menyerahkan sepenuhnya kepada dokter tindakan pengobatan yang akan dilakukan. Sering kali pula dokter tidak melakukan dialog dengan pasien mengenai sejarah kesehatan si pasien. Ini dapat mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satunya adalah alergi terhadap obat-obatan tertentu yang mengakibatkan terjadinya Stephen Johnson syndrome.
Stephen Johnson syndrome merupakan reaksi alergi terhadap obat-obatan atau terhadap infeksi virus atau bakterri. SJS ini menimbulkan luka pada kulit terutama pada bagian tungkai dan lengan bawah, mulut (disebabkan berkurangnya selaput lender di mulut), usus, kornea, alat kelamin dan saluran kencing. Biasanya gejala ini disertai pula dengan demam yang tinggi.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya SJS ini meliputi; obat-obatan anti kejang (seperti phenobarbitol), sulfonamide atau obat-obat sulfa, obat anti peradangan non steroid termasuk antibiotic (seperti, amoxicillin, and tertracyclin).
Reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan obat-obatan ini biasanya terjadi dalam 2 minggu pertama setelah menggunakan obat. Mata akan membengkak, diikuti dengan sariawan pada mulut dan bibir. Penderita akan mengalami demam dan bintik merah pada kulit. Banyak penderita dan dokter yang tidak menyadari bahwa ini adalah gejala SJS. Kadang-kadang pasien menganggap bahwa mereka terkena flu biasa. Bahkan, dokter sering kali mendiagnosa pasien terkena cacar.
Sherry Callijo, seorang sekretaris pada University of Hawai, menceritakan pengalamannya ketika terkena SJS. Ketidaktahuan dokternya terhadap serangan SJS pada dirinya hamper mengancam jiwa Sharry. Ketika itu, Sharry menjalani pengobatan dengan obat Sulfa selama 14 hari untuk infeksi sinus yang dialaminya. Sekitar dua hari setelah pengobatan, tiba-tiba wajah dan bibirnya terasa gatal dan timbyul bercak-bercak. Hari berikutnya bibirnya menjadi gelap dan dua hari kemudian berubah menjadi hitam. Mulutnya penuh sariawan dan wajahnya menjadi merah. Dokter yang menanganinya mengirim Sherry ke dokter spesialis infeksi, dan ia dinyatakan terkena SJS.
Kondisi Sherry kemudian bertambah parah. Seluruh membran selaput lendirnya meradang, terutama pada mulut dan alat kelaminnya. Tubuh dan lehernya dipenuhi bercak melepuh. Meskipun kornea matanya juga mengalami luka, ia masih beruntung karena tidak sampai kehilangan penglihatan.
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi SJS adalah dengan menghentikan penggunaan obat yang menyebabkan syndrome tersebut. Menurut beberapa ahli, SJS dapat diatasi dengan pemberian steroid. Karena kulit penderita mengalami luka dan meradang, biasanya pengobatan yang dilakukan adalah pengobatan untuk pasien yang terkena luka baker. Pasien juga diberi infuse cairan untuk menghindari dehidrasi.
Meskipun reaksi SJS yang akut bisa sembuh kurang dari satu bulan, tapi efeknya dapat mengakibatkan kerusakan permanent . Sekitar 15 -20 % penderita SJS yang mengalami kerusakan mata, dapat diatasi dengan pemasangan lensa scleral, (scleral adalah salah satu bagian organ mata). Di samping itu, penderita SJS juga dianjurkan untuk menggunakan krim pelindung matahari (sunscreen), karena mereka sangat rentan terkena kanker kulit.
Untuk mengembalikan system kekebalan ttubuh yang rusak akibat SJS, pemberian suplemen dalam bentuk vitamin A, B, C, B kompleks, zinc sangat diperlukan. Vitamin A sangat penting untuk mata dan selaput lendir
SJS memang dapat menimbulkan akibat yang fatal. Namun masih tetap ada harapan. Olehkarenanya, setiap orang disarankan untuk berhati-hati mengkonsumsi obat-obatan. Jika sebelumnya pernah mengalami alergi akibat reaksi obat tertentu, walaupun alergi ringan, sebaiknya hindarkan mengkonsumsi obat tersebut dan beritahukan kepada dokter anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar